nusakini.com-- Surat edaran Menteri Dalam Negeri tentang petunjuk teknis pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji ke 13 jadi polemik. Menyikapi itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan, surat edaran yang dikeluarkan justru untuk memperjelas aturan teknis penganggaran. Sehingga pemerintah daerah tak salah menafsirkan, yang bisa saja dikemudian hari itu justru jadi masalah.  

Menteri Tjahjo mengatakan itu di Jakarta, Selasa (5/6). Tjahjo juga kemudian mengungkap latar belakang dikeluarkannya surat edaran tersebut. Menurut dia, surat tersebut dikeluarkan untuk menjawab permintaan daerah kepada Kemendagri yang disampaikan saat Raker Keuangan Daerah pada 24 Mei kemarin. Saat itu, pemerintah daerah banyak yang salah menafsirkan implementasi PP Nomor 18/2018 dan PP Nomor 19/2018, sehingga besaran THR dan gaji ke 13 lebih dari yang seharusnya. 

"Agar tidak menimbulkan permasalahn dikemudian hari maka Kemendagri melalui Ditjen Bina Keuangan Daerah yang mempunyai fungsi pembinaan pengelolaan keuangan daerah merasa perlu memberikan petunjuk bagaimana mengimplementasikan kedua PP tersebut," ujarnya.  

Maka, lanjut Tjahjo, pada tanggal 26 Mei, Kemendagri langsung berkoordinasi dengan kementerian keuangan. Dari hasil koordinasi itu disepakati perlu ada surat Mendagri untuk daerah." Surat Menteri dimaksud juga dikeluarkan ketika ada kebijakan pemerintah untuk pemberian gaji ke 13, sama dengan tahun-tahun sebelumnya," ujarnya. 

Terkait kritikan yang disampaikan Ryaas Rasyid, Tjahjo menghormatinya. Tentu kritikan yang datang, adalah masukan berharga bagi Kemendagri. Tapi ia juga perlu menjelaskan duduk perkaranya. Kata Tjahjo, THR dan gaji ke 13 merupkan jenis belanja pegawai yang dalam peraturan perundang-undangan masuk kategori "belanja mengikat" yang harus dianggarkan dalam jumlah yang cukup tanpa harus menunggu perubahan APBD. Ini karena termasuk belanja yang sifatnya mendesak.  

"Dan ini sejalan dengan Pasal 28 UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara," ujarnya.  

Sebagai implikasi karena itu termasuk belanja untuk keperluan mendesak, kata dia, maka dalam peraturan perundang-undangan dimungkinkan melakukan perubahan pejabaran APBD mendahului perubhan perda tentang APBD. Untuk itu, bagi yang paham norma pengelolaan keuangan daerah, Tjahjo yakin tidak akan membuat pernyataan seperti pemberitaan yang sekarang ramai dibincangkan. (p/ab)